Kekuatan Fotografi di Garis Depan
Semenanjung Korea dan kisah penduduk di kedua sisi Zona Demiliterisasi telah menarik perhatian sang jurnalis foto David Guttenfelder selama hampir 20 tahun. Tempat itu menjadi istimewa baginya sejak perjalanan emosional pertamanya ke sana. “Saya pertama kali mengunjungi Korea Selatan pada tahun 2000. Itulah pertama kalinya saya mengunjungi Semenanjung Korea dan pergi untuk meliput reuni anggota keluarga yang terpisah selama 50 tahun sejak diberlakukannya Zona Demiliterisasi. Saya menyaksikan kejadian emosional dan menyayat hati ini selama tiga hari, saat orang-orang dipertemukan kembali. Para ibu yang menyentuh wajah putranya lima dekade kemudian mencoba mengingat siapa mereka dahulu. Lalu mereka lagi-lagi berpisah dan kembali ke sisi Zona Demiliterisasi masing-masing. Hal itu sangat emosional untuk disaksikan dan merupakan awal obsesi saya untuk bekerja di sana.”
Liputan tentang kepemimpinan di Pyongyang tetap konstan dan terkadang memanas karena retorika dan para pakar yang menggebu-gebu menjelaskan kemungkinan terjadinya perang biasanya menarik perhatian dunia. Tajuk berita seperti itu mengalihkan perhatian warga dunia dari kisah penduduk Pyongyang yang menjalani keseharian mereka.
Tak ada yang lebih terasa nyata dari gugusan pulau kecil di Laut Kuning. Terletak di batas maritim, kepulauan tersebut benar-benar berada di garis depan antara kedua negara Korea dan, dengan hadiah dari Sony, itulah tujuan Guttenfelder untuk menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di persimpangan retorika politik dan kehidupan orang biasa.
“Saya tinggal di Asia pada tahun 2010 saat terjadi serangan di Pulau Yeonpyeong dan saya pergi ke sana sebagai fotografer untuk meliput suasana pascaserangan,” kata Guttenfelder. “Sejak itu, saya benar-benar ingin kembali dan melihat keadaan kepulauan itu serta penduduknya. Tempat itu sangat tak biasa. Terletak tepat di batas maritim tak kasat mata yang memisahkan Korea Utara dan Selatan di Laut Kuning. Tempat itu tak banyak diketahui orang, dan sementara seluruh dunia membicarakan tentang Semenanjung Korea karena uji misilnya atau Olimpiade atau respons Amerika Serikat terhadap apa yang dilakukan Pyongyang, tak ada yang benar-benar tahu tentang penduduk kepulauan tersebut dan sebenarnya merekalah yang paling dekat dengan semua ini.”
Korban dalam kilasam berita dunia telah menjadi sumber laporan mendalam dan berjangka panjang. “Sangat sulit bagi fotografer, terutama fotografer dokumenter yang mengerjakan proyek jangka panjang untuk mendukung pekerjaan mereka,” ujar Guttenfelder. “Terlepas dari tugas singkat yang kami kerjakan, saya rasa kebanyakan dari kami memiliki proyek seumur hidup, jadi ya, sulit untuk terus mendukungnya. Saya rasa pemberian ini memungkinkan untuk benar-benar memulai ulang proyek yang sudah saya lakukan selama 18 tahun, dan sekarang bisa saya lanjutkan.”
Dia melanjutkan, “Semenanjung Korea adalah tempat yang penting bagi saya untuk menguji kehebatan fotografi. Fotografi membuat orang merasakan apa yang dirasakan orang lain dan menciptakan jalinan antar orang-orang yang tidak mengenal satu sama lain.”
David Guttenfelder sudah menjalani profesi sebagai jurnalis foto dan fotografi dokumenter selama lebih dari 20 tahun yang berdomisili di Nairobi, Abidjan, New Delhi, Yerusalem, dan Tokyo, meliput acara-acara kelas dunia di hampir 100 negara. Pada tahun 2011, ia membantu membuka sebuah biro di Pyongyang untuk Associated Press, yaitu agensi berita Barat pertama yang memiliki kantor di Korea Utara. Guttenfelder sudah melakukan perjalanan hampir sebanyak 40 kali ke negara terisolasi.
Anda dapat melihat foto dari proyek milik David di pameran The Photo Society Gallery di Sony Square NYC mulai tanggal 14 Februari-8 Maret.
Artikel ini awalnya diterbitkan di alphauniverse.com