ULASAN

Ulasan Fotografer Lanskap mengenai Sony FE 16-35mm F2.8 GM II

by Andre Luu

Article Categories

Body Category
Lens Category
PENDAR TERAKHIR PANTAI SALJU, Lofoten Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 19mm | 120s | F14 | ISO 50 | WB 7500K

 

PENGANTAR

Sony FE 16-35mm F2.8 GM II (SEL1635GM2) adalah lensa zoom full frame sudut ultra-wide generasi kedua dari G Master. Ada begitu banyak peningkatan dari lensa sebelumnya, yang terutama adalah Nano AR Coating II, yang membantu menahan flare, sehingga menghasilkan foto sunstar yang indah. Lensa ini kini lebih ringkaspanjangnya 1 cm lebih pendek dan beratnya 130g lebih ringan. Ketika dipasangkan dengan Alpha 7C II (atau Alpha 7C R), kamu akan mendapatkan kombinasi perangkat yang ringkas dan ringan, sesuai untuk dibawa bergerak dan melakukan perjalanan. 

Saya akan menunjukkan foto aktual, bukan hanya bagan dan ukuran, yang mengungkapkan kualitas lensa dan hasil akhir yang artistik yang didapat ketika menggunakan Alpha 7C II dan FE 16-35mm F2.8 GM II. Kondisi pengambilan gambar selama perjalanan saya ke Lofoten, Norwegia, dan Hokkaido, Jepang, penuh tantangan, namun kamera dan lensa berkinerja sangat hebat meski di tengah suhu membeku serendah -15°C dan tiupan angin yang kencang yang mencapai 30km/jam dalam berbagai waktu. 

Lensa memiliki rentang fokus yang serbaguna dari 16 hingga 35mm, sangat sesuai untuk lanskap dengan latar depan, terutama pemandangan laut dan danau. Selain itu, apertur maksimum F2.8 dapat mencakup situasi dalam ruang pencahayaan rendah dan astrofotografi, seperti menangkap pemandangan bima sakti dan jejak bintang. Dengan kualitas optik yang superior dan desain yang ringkas, FE 16-35mm F2.8 GM II telah menjadi salah satu lensa favorit saya. 

 

TANAH KEBAHAGIAAN, Lofoten, Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 23mm | 1/125s | F5.6 | ISO 800 | WB7000K

 

HAL YANG TIDAK DIEDIT 

Semua foto dalam ulasan kali ini diambil dalam format RAW menggunakan Alpha 7C II dan diproses melalui penguraian kode RAW di Adobe Lightroom. Penajaman diatur ke standar untuk 33MP (Jumlah= 70, Radius= 0,8, Detail= 70, Masking= 0). Kemudian, saya mengeditnya di Photoshop menggunkanan Luminosity Masks untuk mendapatkan efek artistik akhir. Namun demikian, beberapa hal berikut ini saya biarkan seperti apa adanya:

  • Distortsi 

  • Vignette 

  • Flare 

  • Aberasi Kromatik (CA)

 

KRITERIA DALAM MEMILIH LENSA 

Teknologi telah berkembang sangat pesat sejak tahun 1990-an, meningkatkan standar dalam pemilihan lensa. Misalnya, lensa andalan dari produsen utama telah mengurangi aberasi kromatik secara signifikan dan meningkatkan ketajaman di bagian tepi. Oleh karena itulah, kriteria saya saat ini dalam memilih lensa untuk fotografi lanskap telah berubah. Berikut kriteria tersebut dalam urutan prioritas:

  • Sunstar dan flare: Sunstar membuat foto lanskap menjadi unik dan spesial. Lensa yang dapat menciptakan foto sunstar yang indah dan menakjubkan sangat jarang ditemukan. 

  • Distorsi: Lensa zoom lebar hampir selalu menampilkan distorsi. Makin sedikit distorsi di sini, makin alami tampilan gambar yang dihasilkan. Kita dapat memperbaiki distorsi dalam proses pascaproduksi, tetapi hal ini mungkin membuat gambar menjadi lebih mengembang atau terkompresi, sehingga mengurangi ketajaman aslinya. 

  • Ketajaman hingga ke sudut: Mencapai ketajaman yang seragam dari tengah hingga ke ujung gambar adalah hal yang sangat menantang. 

  • Vignette: Ini mengacu ke bayangan yang lebih gelap di keempat sudut dibandingkan area tengah foto. 

  • Aberasi kromatik: Juga dikenal sebagai pinggiran warna, paling terlihat di sudut dengan kontras yang tinggi. 

  • Autofokus: Saya menggunakan fokus manual untuk fotografi lanskap dan terkadang menggunakan AF ketika mengambil gambar kehidupan liar di Hokkaido. Oleh karenanya, AF menjadi prioritas saya yang paling rendah. 

 

SUNSTAR YANG INDAH DENGAN SEDIKIT FLARE  

Dari semua karakteristik lensa, mencapai efek sunstar mungkin merupakan hal yang paling menantang karena ini merupakan hasil kombinasi sejumlah faktor, antara lain, desain optik, jumlah bilah apertur yang digunakan, dan kualitas lapisan nano. Sunstar dianggap indah jika semua badannya dapat didefinisikan dengan jelas, memiliki pancaran sinar cahaya yang panjang dan seimbang dengan titik-titik yang tajam.

Jumlah pancaran sinar cahaya biasanya terkait dengan jumlah bilah aperturjumlah bilah yang genap menghasilkan jumlah titik yang sama. Misalnya, lensa dengan enam bilah apertur memproduksi bintang dengan enam pancaran cahaya. Sebaliknya, jumlah bilah yang ganjil menghasilkan dua kali jumlah pancaran. Contohnya, lensa FE 16-35mm F2.8 GM II dengan 11 bilah apertur menghasilkan bintang dengan 22-pancaran cahaya. Saya suka mengambil gambar dengan efek 22 pancaran sinar cahaya untuk fotografi lanskap. Ketika matahari yang cerah setengah tertutup oleh gunung, 11 pancaran sinar matahari (setengah dari 22) menjadi terlihat, menciptkan tampilan visual yang memukau. Sebaliknya, jika kamu memiliki bintang dengan enam pancaran cahaya dalam situasi tertutup sebagian seperti yang disampaikan di atas, hanya tiga pancaran sinar yang akan terlihat, dan ini akan tampak kurang memukau.

Kualitas lapisan nano membantu menahan refleksi pada setiap permukaan elemen lensa, mengurangi flare dan ghosting lensa. Teknologi Pelapisan Nano AR Sony generasi kedua pertama kali digunakan pada FE 12-24mm F2.8 GM pada tahun 2020 dan menjadi sangat sukses. Lensa kelas atas ini memproduksi sunstar yang paling indah dan paling bersih yang pernah saya lihat. Lensa FE 16-35mm GM II ini juga mendapatkan manfaat dari teknologi Pelapisan Nano AR, meskipun pada tingkat yang lebih rendah karena desain optiknya. Oleh karenanya masih ada beberapa spot flare kecil pada foto yang saya ambil, tetapi ini dapat dihapus dengan mudah dalam proses pascaproduksi.

 

Catatan: Ketika mengambil gambar langsung ke arah matahari, hindari menggunakan filter apa pun untuk mencegah adanya flare tambahan ke lensa. 

 

Sunstar FE 16-35mm F2.8 GM II
Close-up sunstar mendetail sebelum dan setelah dikoreksi.

 

Berikut adalah peringkat kualitas sunstar yang dihasilkan oleh lensa Sony yang pernah saya gunakan: 

  • FE 12-24mm F2.8 GM: Efek sunstar terbaik tanpa flare yang terlihat.  

  • FE 16-35mm F2.8 GM II (lensa telah diulas): Efek sunstar yang luar biasa dengan beberapa titik flare.  

  • FE 12-24mm F4 G: Efek sunstar yang baik dengan pancaran sinar cahaya yang tidak tajam. Di apertur yang lebih besar dari F11, ini menciptakan bintang berbentuk kipas.  

  • FE 16-35mm F2.8 GM: Efek sunstar yang baik dengan flare. 

  • FE 24-70mm F2.8 GM II: Efek sunstar yang baik dengan beberapa flare. 

  • FE 24-70mm F2.8 GM: Efek sunstar yang baik dengan flare. 

  • FE PZ 16-35mm F4 G: Efek sunstar dengan pancaran sinar cahaya yang tipis dan terlalu panjang dengan flare. 

 

RUMPUT MERAH, Lofoten, Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 20mm | 120s | F11 | ISO 200 | WB 4100K

 

DISTORSI 

Distorsi adalah kesalahan optik di mana garis lurus tampak melengkung, apakah ke dalam seperti tong, ke luar seperti bantalan, atau dengan geometri kompleks seperti kumis. Ini berbeda dari distorsi perspektif, di mana efeknya objek yang dekat tampak lebih besar dan objek yang jauh tampak lebih kecil. Misalnya, ketika melihat ke gedung yang tinggi, kita dapat melihat bagian atas gedung tampak lebih kecil dibanding bagian bawah gedung. Hal ini terjadi karena bagian dasar gedung lebih dekat ke kamera. Efek konvergensi ini lebih terlihat pada panjang fokus yang lebih lebar dan bukan merupakan kesalahan lensa.

Lensa zoom lebih rumit secara optik dibandingkan lensa prime. Oleh karenanya, untuk menghasilkan lensa zoom dengan distorsi rendah merupakan hal yang lebih menantang. Meskipun pemandangan laut dan danau membutuhkan kontrol distorsi yang baik untuk mendapatkan garis cakrawala yang lurus, pada praktiknya saya jarang bisa mengambil foto yang menarik secara visual dengan cakrawala yang tidak terhalang. Sebagian besar foto saya menyertakan subjek latar belakang, seperti hamparan pegunungan, yang membuat komposisi makin menarik. 

 

Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 19mm | 120s | F14 | ISO 50 | WB 7500K

 

KOREKSI DISTORSI PADA GM II LEBIH BAIK DIBANDING PADA GM 

Ketika mengambil foto dengan berbagai panjang fokus, saya mengamati bahwa koreksi distorsi pada lensa FE 16-35mm F2.8 GM II sedikit lebih baik dibandingkan pendahulunya. Lensa tersebut memiliki distorsi rata-rata, yang paling terlihat pada 16mm. Rentang panjang fokus mulai dari 20mm hingga 35mm memperlihatkan distorsi yang minimal. Oleh karena itu, ketika mengabadikan foto kehidupan nyata, saya tidak melihat distorsi apa pun dan karenanya tidak perlu melakukan koreksi pada proses pascaproduksi untuk gambar apa pun dalam ulasan kali ini. 

Di bawah ini adalah uji pengambilan gambar dengan cakrawala sebelum dan sesudah menerapkan koreksi distorsi di Adobe Photoshop. 

 

Distorsi paling terlihat di 16mm sebelum dan setelah koreksi. Diambil dengan FE 16-35mm F2.8 GM II.

 

KETAJAMAN 

Suatu lensa harus cukup tajam untuk dapat sepenuhnya mengungkapkan resolusi kamera yang tercantum dalam megapiksel (MP). Ketika resolusi suatu kamera meningkat, lensa perlu lebih tajam untuk menyesuaikan dengan hal ini. Sebagai produsen sensor kamera yang terkemuka, Sony telah memutuskan untuk membuat lensa tertajam guna memuaskan kamera resolusi 100MP atau bahkan yang lebih tinggi. Sony telah menghabiskan waktu 20 tahun untuk mengembangkan elemen lensa XA (extreme aspherical), yang merupakan kunci dalam membawa ketajaman lensa ke tingkat yang baru. Oleh karena itulah, lahir lensa-lensa GM, mengombinasikan ketajaman yang luar biasa dengan bokeh yang begitu halus. Lini lensa GM II telah ditingkatkan lebih jauh, membuatnya menjadi lensa yang makin ringkas dan ringan. 

Lensa FE 16-35mm F2.8 GM II menggunakan tiga elemen XA (versi GM sebelumnya menggunakan dua), meningkatkan ketajaman yang seragam sekaligus mempertahankan desain yang lebih ringkas. Ketajaman lensa adalah salah satu fitur yang paling diminati oleh sebagian besar fotografer, dan lensa GM II ini merupakan salah satu lensa sudut ultra-wide tertajam, yang menghasilkan ketajaman luar biasa dari pusat hingga ke sudut, sesuatu yang tidak dapat dibeli dengan uang dan tidak ada di merek yang lain. 

 

Definisi yang sangat mendetail dari FE 16-35mm F2.8 GM II
RUMAH MERAH SAKRISØY, Lofoten, Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 18mm | 30s | F11 | ISO 100 | WB 6600K

 

VIGNETTE

Vignette adalah bayangan bertahap dari pinggiran lensa ke bagian tengah lensa yang lebih terang. Efek ini paling terlihat pada apertur yang paling besar, yaitu F2.8 untuk lensa FE 16-35mm F2.8 GM II ini. Untuk astrofotografi, maksimum apertur F2.8 akan digunakan untuk membuat pengaturan ISO rendah, sehingga mengurangi noise. Dalam kasus tersebut, langit malam akan sepenuhnya gelap, membuat vignette makin sulit untuk dilihat. Saya terutama menggunakan apertur antara F11 dan F16 untuk fotografi lanskap di siang hari, di mana vignette paling mudah terlihat. Oleh karenanya dalam penggunaan sehari-hari, vignette tidak terlihat dengan lensa ini kecuali Anda memotret bingkai putih yang seragam. 

 

Vignette di F2.8. Dibandingkan dengan area area tengah, area kiri atas dan pojok kanan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Namun demikian, cahaya di cakrawala bawah lebih memengaruhi area cahaya dan area gelap di dua sudut gambar, membuat efek vignette dari lensa tidak begitu terlihat, meskipun ada. 

Pada foto di bawah ini, kamu bisa melihat area awan di bagian kiri atas dan kanan atas cukup seragam, begitu pula dengan area salju di bagian kiri bawah dan kanan bawah, dibandingkan dengan area tengah. 

MATAHARI TERBIT HAMNØY, Lofoten, Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 22mm | 120s | F16 | ISO 50 | WB 6150K

 

ABERASI KROMATIK – CA 

Aberasi kromatik adalah jenis kesalahan lensa dalam memfokuskan seluruh gelombng warna ke titik yang sama, menghasilkan warna yang terlihat jelas memudar pada perbatasan bagian terang dan gelap. FE 16-35mm F2.8 GM II menampilkan desain optik tingkat lanjut dengan dua elemen ED dan satu Super ED untuk menekan aberasi kromatik. Sehingga meningkatkan kontras sekaligus kualitas warna, membuat ketajaman gambar menjadi tinggi karena detail tepi halus tetap jernih dan tajam. 

Chromatic aberration, also known as purple fringing, is not visible at all, even in backlit conditions.

 

AF SUPER CEPAT UNTUK MASA DEPAN 

Lensa FE 16-35mm F2.8 GM II memiliki empat motor linear XD untuk memberikan autofokus yang tepat, dengan kecepatan dua kali lebih cepat dibandingkan pendahulunya. Pada kamera kinerja tinggi seperti Alpha 9 III, pengambilan gambar yang terus-menerus dapat mencapai kecepatan hingga 120 fps. Kinerja autofokus yang baru ditemukan ini sangat berguna untuk videografi atau fotografi olehraga close-up. 

Empat motor linear XD di lensa FE 16-35mm F2.8 GM II memungkinkan autofokus (AF) yang sangat cepat, mencapai kecepatan 120 fps ketika dipasangkan dengan bodi kamera dengan kemampuan kecepatan tinggi.
KABIN MERAH LAGUNA BIRU, Lofoten, Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-35mm F2.8 GM II | 35mm | 120s | F11 | ISO 50 | WB 7500K

 

KESIMPULAN 

Memilih lensa yang tepat untuk perjalanan penting merupakan hal dipertimbangkan secara serius bagi sebagian besar fotografer. Penggunaan lensa yang inferior dapat menimbulkan penyesalan yang tak berakhir. Saya telah mengalami hal ini bertahun-tahun yang lalu ketika saya merasa telah mengambil gambar yang bagus, tetapi kemudian menemukan bahwa  foto-foto tersebut secara teknis tidak dapat diterima. Beberapa foto memiliki pencahayaan yang bagus tetapi terlalu lembut dalam hal ketajaman, sementara yang lainnya memiliki efek sunstar tetapi rusak karena flare yang kurang baik. Hal ini dapat menjadi mimpi buruk bagi para fotografer yang telah menginvestasikan begitu banyak uang untuk perjalanan mereka. 

Setelah menghabiskan waktu dua bulan dengan FE 16-35mm F2.8 GM II, saya telah mengambil 800 foto, termasuk foto-foto dari Lofoten, Norwegia, dan Hokkaido, Jepang. Saya makin menyukai lensa ini. Dipasangkan dengan bodi Alpha 7C II, kombinasinya telah melalui beberapa kondisi cuaca terburuk tetapi tetap bisa menghasilkan foto yang tajam dan hidup. Lensa ini tak diragukan lagi merupakan salah satu lensa sudut ultra-wide terbaik yang tersedia saat ini. Selain itu, lensa juga kompatibel dengan sistem filter persegi 100mm, membuatnya ideal untuk fotografi lanskap. Berikut adalah hal yang positif dan negatif dari FE 16-35mm F2.8 GM II: 

 

POSITIF 

  • Secara signifikan lebih kecil dan lebih ringan dari FE 16-35mm F2.8 GM. 

  • Kontrol flare yang luar biasa, nomor dua hanya setelah FE 12-24mm F2.8 GM. 

  • Sunstar 22-pancaran yang didefinisikan dengan sangat baik hanya dengan beberapa titik flare, yang dapat dengan mudah dihapus dalam proses pascaproduksi. 

  • Distorsi yang lebih rendah dibanding pendahulunya; sering kali tidak memerlukan koreksi tambahan dalam proses pascaproduksi. 

  • Tidak ada aberasi kromatik atau purple fringing yang terlihat 

  • Ketajaman yang luar biasa dipertahankan dari pusat hingga ke bagian tepi, meskipun bagian tepi tidak memiliki tingkat kesempurnaan yang sama seperti bagian tengah gambar. 

  • Apertur besar F2.8 nyaman digunakan untuk mengambil jejak bintang, sementara sudut lebar 16mm berguna ketika Bima Sakti berada dalam posisi tegak. 

  • Kamu dapat menggunakan sistem filter persegi 100mm standar. 

  • Autofokus yang sangat cepat yang mendukung hingga 120 fps (di bodi kamera seperti Alpha 9 III). 

 

NEGATIF 

Masih terdapat beberapa titik flare ketika mengambil gambar matahari. Alangkah idealnya jika masalah ini sepenuhnya dapat dihilangkan, seperti halnya dengan FE 12-24mm F2.8 GM. Meski demikian, beberapa titik flare ini dapat dengan mudah dihapus dalam proses pascaproduksi.

 

REINE YANG AJAIB, Lofoten Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-36mm F2.8 GM II | 17mm | 120s | F16 | ISO 50 | WB 6700K
PANTAI BERANGIN, Lofoten Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-36mm F2.8 GM II | 19mm | 120s | F11 | ISO 100 | WB 7500K
GREEN SKAGSANDEN, Lofoten Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-36mm F2.8 GM II | 26mm | 120s | F14 | ISO 50 | WB 6500K
PANTAI PUTIH LANGIT HIJAU, Lofoten Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-36mm F2.8 GM II | 21mm | 120s | F16 | ISO 50 | WB 7500K
KONVERGASI, Lofoten Norwegia, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-36mm F2.8 GM II | 35mm | 1/80s | F7 | ISO 800 | WB 5500K
POLA SALJU, Hokkaido Jepang, Feb 2024 Alpha 7C II | FE 16-36mm F2.8 GM II | 35mm | 1/4s | F16 | ISO 50 | WB 5950K
Article Theme

Kami ingin meminta akses ke Geolokasi Anda untuk memberi Anda pengalaman yang disesuaikan. Perlu diketahui bahwa Anda dapat menarik persetujuan Anda kapan saja melalui pengaturan browser Anda.